Dapatkan $ Gratis di sini!

Selasa, 24 Mei 2011

Sumber Hukum Periode Sahabat


Sumber Hukum pada Periode Sahabat
1. al-Qur’an
2. Sunnah
3. Ijtihad sahabat
Apabila terjadi suatu peristiwa yang baru atau persengketaan, maka para ahli fatwa mencari ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an. Apabila mereka mendapatkan ketetapan hukumnya di dalam nas al-Qur’an itu, maka mereka menerapkan hukum tersebut. Akan tetapi, apabila mereka tidak mendapatkan ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an, maka mereka mencari keterangan dalam sunnah. Dan kalau keterangan tentang ketetapan hukumnya terdapat dalam sunnah, maka mereka melaksanakan hukum itu.
Selanjutnya kalau mereka tidak mendapatkan keterangan tentang ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah, maka mereka menempuh langkah dengan kekuatan ijtihad untuk menetapkan hukumnya dengan cara menganalogikan terhadap peristiwa yang baru terjadi itu dengan peristiwa yang sudah ada ketetapan hukumnya atau dengan sesuatu yang dikehendaki oleh jiwa dan semangat tasyri’ Islam serta berdasar pada pertimbangan kemaslahatan umat manusia.
Ø Al-Qur’an
Pada masa Rasulullah saw.al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu naskah sebagaimana sekarang ini. Setelah khalifah Abu bakar memimpin pemerintahan dan terjadi perang Yamamah[1] yang menewaskan banyak para qurra, kemudian Umar mengusulkan padanya untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf lantaran khawatir hilang dengan meninggalnya para qurra tersebut. Setelah itu Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit agar mengumpulkan al-Qur’an, maka kemudian Zaid bin Tsabit pun melaksanakannya.
Kemudian al-Qur’an yang telah dibukukan dalam satu mushaf itu disimpan di rumah Abu Bakar sampai ia meninggal dunia. Kemudian di rumah Umar sampai ia meninggal dunia, dan setelah itu di rumah Hafsah putri Umar.
Al-qur’an adalah rujukan pertama bagi para mufti (Ahli Fatwa). Apabila terjadi suatu masalah, mereka cepat-cepat mencari hukumnya dalam al-Qur’an yang merupakan sumber syariat. Para sahabat adalah orang-orang yang lebih mampu memahami al-Qur’an karena diturunkan dengan bahasa mereka, dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya. Namun, dengan demikian maka para sahabat tidaklah sama dalam memahaminya sesuai dengan tingkat pemahaman yang dimilikinya. Pengetahuan mereka dalam ilmu kebahasaan berbeda-beda. Dari sini dapat diketahui bahwa sahabat dalam derajat keilmuan tidaklah sama.
Pengaruh tasyri pada kodifikasi ini adalah bahwa pengutipan ayat-ayat yang berdimensi hukum dalam al-Qur’an adalah mutawattir baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Artinya semua ayat al-Qur’an itu berstatus qath’iyah al-wurud (pasti benar eksistensinya). Dari segi ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
Ø Sunnah
Para sahabat apabila tidak menemukan hukum suatu kasus atau peristiwa yang baru terjadi di dalam al-Qur’an, mereka beralih kepada sunnah dalam mencari hukum tersebut. Ketika itu sunnah belum dibukukan, tapi hanya tersimpan dalam dada para sahabat.
Tidak diragukan lagi bahwa sunnah apabila shahih dan valid adalah datang dari Rasulullah saw.ia harus diambil dan diamalkan sesuai dengan peranannya. Tetapi hadis-hadis yang diperselisihkan mengenai cara penetapannya, beragam sanadnya, diriwayatkan sekelompok orang banyak atau diriwayatkan oleh sedikit orang saja, diriwayatkan oleh orang yang terpercaya atau perawi yang cacat, adalah memerlukan pembagian hadis-hadis tersebut kepada: shahih, hasan, dhaif, dan pembagiannya kepada mutawatir dan ahad. Karenanya para sahabat berselisih dalam penerimaannya.
Abu Bakar dan Umar tidak menerima hadis-hadis kecuali yang disaksikan dua orang bahwa mereka berdua mendengarnya dari Rasulullah. Lain halnya dengan Ali bin Abu Thalib, ia meminta sumpah dari orang yang meriwayatkan hadis kecuali terhadap Abu Bakar.
Kadangkala seorang sahabat menolak hadis dan tidak mengamalkannya, baik itu karena menganggap lemah kepercayaan si perawi, karena ia mengetahui yang menasakhnya atau karena pertentangannya dengan hadis yang lebih kuat menurut pendapatnya.
Ø Ijtihad
Dalam menghadapi perkembangan kehidupan, dengan berbagai persoalan yang memerlukan penetapan hukum, namun tidak terdapat dalam Al Quran dan Sunnah, para sahabat melakukan ijtihad. Ada beberapa sahabat yang menentukan langkah-langkah dalam berijtihad (Abu Bakar dan Umar). Pada periode ini ijtihad sahabat belum dibukukan.
Nilai fatwa mereka adalah sebagai pendapat individu yang kalau fatwanya benar, maka ia datangnya dari Allah. Sedang kalau salah, itu merupakan kesalahan sendiri. Oleh karena itu, tak seorang pun di antara mereka mengharuskan orang lain untuk mengikuti fatwanya. Seringkali Umar berbeda pendapat dengan Abu Bakar. Argumentasi mereka mengindikasikan atas adanya kebebasan dan indefedensi mereka dalam menari kemaslahatan dan mencegah kerusakan.
Mereka berijtihad dengan bermodalkan pada bakat kemampuan dan penguasaan tentang tasyri yang ada pada diri mereka. Mereka berijtihad dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip hukum yang umum. Terkadang mereka juga menganalogikan sesuatu yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam nas kepada sesuatu yang telah ada ketetapan hukumnya dalam nas. Demikian juga mereka menetapkan hukum dengan pertimbangan kemaslahatan.
Pengaruh Tasyri’ yang Diwariskan Periode Sahabat
1. adanya interpretasi terhadap teks-teks yang berdimensi hukum dalam al-Qur’an dan sunnah. Para sahabat memberikan interpretasi terhadap teks-teks (ayat-ayat hokum dan hadis-hadis hukum) tersebut dalam rangka aktualisasinya pada kehidupan yang realitas. Dengan demikian, interpretasi para sahabat inilah yang kemudian menjadi rujukan atau acuan utama yang terpercaya dalam menafsirkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berdimensi hukum, baik secara globalnya maupun dalam hal aktualitasnya dalam kehidupan secara riil. Dapat kita lihat dalam tafsir Ibnu Abbas (68 H/689 M) dan tafsir Muhammad Ibnu Jarir al-Thabariy (310 H/923 M).
2. adanya berbagai fatwa para sahabat mengenai suatu kejadian yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah. Mereka berijtihad menetapkan hukumnya dengan menggunakan metode istimbath al-ahkam. Dengan demikian pada awal periode kodifikasi hadis, sebagian tokoh hadis membukukan fatwa-fatwa sahabat dalam berbagai macam bab hukum bersama-sama dengan hadis Rasulullah saw. Berdalil dengan dasar fatwa-fatwa para sahabat ini masih menjadi gelanggang perdebatan di kalangan imam mujtahid, di antara mereka ada yang berani keluarkan dari fatwa-fatwa mereka, dan sebagian lainnya ada juga yang berani berbeda pendapat dengan mereka.
3. lahirnya partai politik yang berkaitan dengan persoalan khilafah dan khalifah yang kemudian sangat berpengaruh pada proses pembentukan hokum dalam Islam. Partai politik ini lahir setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan (35 H/656 M) dan dilantiknya Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah (35 H/656 M). Dengan terpilihnya Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah mendapat tentangan keras dari Muawiyah bin Abi Sufyan (w.60 H/665 M) gubernur Syam. Pertentangan mereka berpuncak pada perang Shiffin. Perang Shiffin ini berakhir dengan diadakannya tahkim atau arbitrase. Konsekuensi dari perang tersebut melahirkan tiga kelompok dan golongan di tubuh umat Islam, yaitu Khawarij, Syiah dan ahl-Al-Sunnah wa al-Jama’ah yang kuantitasnya merupakan mayoritas umat Islam.
Para Mufti yang Populer dari Kalangan Sahabat
Di Madinah:
  1. Khulafaur Rasyidin (13 H-40 H/634 M-661 M)
  2. Zaid bin Tsabit (45 H/666 M)
  3. Ubay bin Ka’ab (21 H/642 M)
  4. Abdullah bin Umar (73 H/694 M)
  5. Aisyah (57 H/678 M)
Di Mekkah:
  1. Abdullah bin Abbas (68 H/689 M)
Di Kuffah
  1. Ali bin Abi Thalib (40 H/661 M)
  2. Abdullah bin Mas’ud (32 H/653 M)
Di Bashrah
  1. Anas bin Malik (93 H/714 M)
  2. Abu Musa al-Asy’ary (44 H/665 M)
Di Syam/Syiria
  1. Muadz bin Jabal (18 H/639 M)
  2. Ubbadah bin Shamit (34 H/655 M)
Di Mesir
  1. Abdullah bin Amr bin Ash (65 H/686 M)
Sahabat yang terkenal aktif dalam fatwanya berjumlah sekitar 130 orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Namun, yang lebih populer di antara mereka adalah yang disebutkan nama-namanya di atas tadi.


[1]Perang Yamamah adalah perang antara kaum muslimin dengan Bani Hunaifah yang keluar dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab

Tidak ada komentar: